Stasiun Penelitian Sikundur (SP Sikundur) terletak di kawasan hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Secara Administrasi kawasan stasiun penelitian Sikundur berada dalam Kecamatan Simpang kiri (Tenggulun) Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan perubahan kawasan Permendagri nomor 28 tahun 2020 (sebelumnya kawasan berada di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara). Jalur masuk menuju Stasiun penelitian Sikundur melalui Dusun Arasnapal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Secara geografis lokasi stasiun terletak pada zona 47N 437465 E 397036, pada ketinggian 50 mdpl. Stasiun ini pertama kali didirikan pada tahun 1974 sebagai bagian dari program penelitian satwa liar dan ekosistem hutan tropis oleh pemerintah Indonesia, dengan dukungan berbagai lembaga konservasi internasional.

Sejak awal, SP Sikundur menjadi lokasi penting bagi penelitian primata, khususnya orangutan Sumatera (Pongo abelii), serta berbagai spesies flora dan fauna yang khas di ekosistem hutan dataran rendah. Selain itu, stasiun ini juga berperan dalam studi ekologi, dinamika hutan, dan upaya konservasi spesies yang terancam punah.​​

Sejarah SP. Sekundur

​Stasiun Penelitian Sikundur didirikan pada tahun 1974 sebagai bagian dari upaya penelitian dan konservasi keanekaragaman hayati di Sumatera. Pada masa itu, penelitian lebih difokuskan pada studi ekologi hutan tropis, dinamika vegetasi, serta pemantauan populasi satwa liar. Sikundur dipilih karena merupakan habitat penting bagi berbagai spesies langka dan endemik, termasuk harimau Sumatera, gajah Sumatera, serta berbagai jenis primata. Seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap konservasi, SP Sikundur menjadi lokasi utama penelitian bagi ilmuwan dari dalam dan luar negeri. Berbagai studi dilakukan untuk memahami perilaku satwa liar, pola migrasi, serta interaksi ekosistem hutan hujan dataran rendah. Pada periode ini, banyak penelitian tentang orangutan Sumatera dilakukan, terutama terkait pola makan, penggunaan alat, dan dinamika sosial. Namun, menjelang akhir 1990-an, situasi politik dan sosial di Aceh dan Sumatera Utara mengalami ketegangan. Konflik bersenjata yang terjadi menyebabkan terganggunya kegiatan penelitian di SP Sikundur. Keberadaan stasiun menjadi terbengkalai, dan beberapa fasilitas mengalami kerusakan. 

​Pada awal 2000-an, aktivitas penelitian di SP Sikundur menurun drastis akibat ketidakstabilan di wilayah sekitarnya. Selain itu, ancaman dari perambahan hutan, pembalakan liar, dan aktivitas ilegal lainnya semakin meningkat. Dalam kondisi ini, pemantauan satwa liar dan kegiatan penelitian hanya dilakukan secara sporadis oleh beberapa pihak yang tetap berkomitmen terhadap konservasi kawasan. Setelah lebih dari satu dekade mengalami penurunan aktivitas, upaya revitalisasi SP Sikundur mulai dilakukan pada tahun 2012 melalui kerja sama antara Balai Besar TNGL dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) – Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP). Revitalisasi ini mencakup: 

· ​Perbaikan infrastruktur dan fasilitas penelitian. 

· Peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan ilmiah. 

· Penguatan sistem pemantauan orangutan Sumatera dan satwa liar lainnya. 

​Dengan dukungan dari para mitra, SP Sikundur kembali aktif sebagai pusat penelitian. Fokus penelitian saat ini meliputi ekologi hutan hujan tropis, keanekaragaman hayati khususnya penelitian Orangutan, serta dampak perubahan iklim terhadap ekosistem. 

​Hingga saat ini, SP Sikundur berperan sebagai pusat penelitian yang mendukung berbagai studi ilmiah dan program konservasi. Melalui pengelolaan berbasis kolaborasi antara TNGL, YEL-SOCP, dan mitra lainnya, stasiun ini terus berkembang sebagai lokasi strategis dalam memahami dan melindungi keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Leuser. 

​Dengan sejarah panjang yang penuh tantangan dan perkembangan, SP Sikundur tetap menjadi salah satu lokasi penting dalam upaya pelestarian ekosistem hutan dataran rendah Sumatera.