Webinar Series IV Satwa Kunci TNGL: Taman Nasional Gunung Leuser, Rumah Bagi Orangutan Sumatera dan Kehidupan Liar
Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-45 Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), rangkaian webinar bertajuk "Satwa Kunci TNGL" diselenggarakan sebagai upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati. Pada seri keempat ini, TNGL menegaskan kembali komitmennya dalam pelestarian Orangutan Sumatera melalui webinar bertajuk "Taman Nasional Gunung Leuser, Rumah Bagi Orangutan Sumatera dan Kehidupan Liar". Acara ini diselenggarakan pada Selasa, 18 Maret 2025, dengan dukungan dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - OIC (YOSL-OIC). Webinar ini menghadirkan para ahli konservasi, akademisi, serta praktisi lingkungan yang berbagi wawasan dan strategi dalam menjaga kelangsungan populasi Orangutan Sumatera.
Pembukaan dan Komitmen Konservasi
Webinar ini dibuka secara resmi oleh Direktur Konservasi Spesies dan Genetik, yang mewakili Direktur Jenderal KSDAE. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga konservasi, akademisi, dan masyarakat dalam upaya pelestarian Orangutan Sumatera. Sinergi yang kuat antara berbagai pihak diperlukan untuk menghadapi tantangan besar yang mengancam keberlanjutan spesies ini, mulai dari degradasi habitat, perburuan liar, hingga perdagangan ilegal.
Kepala Balai Besar TNGL, Bapak Subhan, S.Hut., M.Si., juga menyampaikan bahwa TNGL tidak hanya menjadi rumah bagi Orangutan Sumatera tetapi juga merupakan habitat utama bagi satwa kunci lainnya, seperti Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera. Dalam paparannya, beliau menjelaskan strategi konservasi yang telah dilakukan, termasuk patroli hutan untuk mencegah perburuan liar, rehabilitasi habitat, serta pemberdayaan masyarakat lokal agar turut serta dalam upaya perlindungan satwa liar.
Materi dan Diskusi Ilmiah
Webinar ini dipandu oleh Dr. Essy Harneli, S.Si., IPU, seorang dosen dan peneliti perilaku Orangutan Sumatera dari Universitas Syiah Kuala. Dalam sesi ini, empat narasumber ahli memberikan pemaparan yang mendalam mengenai berbagai aspek konservasi Orangutan Sumatera:
Andrinaldi Adnan (Kepala Bidang Teknis Konservasi BBTNGL) membawakan materi "Taman Nasional Gunung Leuser: Rumah Terbesar Orangutan Sumatera". Beliau mengulas peran strategis TNGL sebagai salah satu ekosistem tropis terkaya di dunia dan ancaman yang dihadapi, seperti deforestasi akibat alih fungsi lahan, kebakaran hutan, serta fragmentasi habitat. Upaya konservasi seperti patroli berbasis masyarakat, rehabilitasi hutan, dan penegakan hukum terhadap perburuan serta perdagangan ilegal juga menjadi sorotan utama.
Drh. Yenny Saraswati (Dokter Hewan Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera YEL) memaparkan materi "Zoonosis dan Ancaman Kesehatan pada Orangutan". Dalam sesi ini, dibahas bagaimana interaksi manusia dengan orangutan dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit zoonosis, seperti TBC, hepatitis, dan infeksi saluran pernapasan. Dampak deforestasi yang menyebabkan orangutan lebih sering bersinggungan dengan manusia juga turut memperbesar potensi penyakit yang dapat ditularkan secara dua arah. Drh. Yenny menekankan pentingnya langkah mitigasi, termasuk pengelolaan rehabilitasi orangutan yang lebih ketat serta pemantauan kesehatan sebelum pelepasliaran ke habitat aslinya.
Dr. Caroline Schuppli (Max Planck Institute of Animal Behaviour) membawakan materi "Penelitian Orangutan di Suaq Belimbing". Ia memaparkan hasil penelitian terbaru mengenai perilaku sosial dan kognitif orangutan yang menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam memanfaatkan sumber daya alam. Orangutan di Suaq Belimbing diketahui memiliki budaya unik dalam mencari makan dan menggunakan alat sederhana, yang semakin menegaskan bahwa mereka adalah salah satu primata dengan tingkat kecerdasan tinggi. Studi ini menjadi dasar dalam upaya konservasi berbasis ilmiah untuk memahami kebutuhan ekologis mereka.
Dr. Ian Singleton, P.Hd., OBE (Lembaga Orangutan Heaven) menyampaikan materi "Kebijakan dan Upaya Konservasi Orangutan di Aceh". Beliau menjelaskan bahwa kebijakan konservasi di Aceh semakin diperkuat dengan dukungan pemerintah daerah, namun tantangan besar masih dihadapi, terutama dalam mencegah perambahan hutan untuk kepentingan ekonomi. Program konservasi berbasis masyarakat menjadi salah satu solusi, di mana penduduk lokal dilibatkan dalam pemantauan hutan dan rehabilitasi satwa liar. Kolaborasi antara pemerintah, NGO, dan komunitas diharapkan dapat menciptakan sistem perlindungan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Antusiasme dan Harapan Masa Depan
Webinar ini diikuti oleh 988 peserta dari berbagai latar belakang, mencerminkan antusiasme tinggi terhadap isu konservasi orangutan. Diskusi yang berlangsung interaktif memungkinkan peserta untuk bertukar wawasan dengan para narasumber, terutama terkait strategi konservasi di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan ekspansi manusia ke wilayah hutan.
Dalam sesi penutup, Kepala Balai Besar TNGL menyampaikan harapannya agar ilmu dan pengalaman yang dibagikan dalam rangkaian webinar ini dapat menjadi referensi bagi kebijakan konservasi ke depan. Upaya perlindungan empat spesies kunci di Sumatera, termasuk Orangutan Sumatera, harus terus dilakukan secara berkelanjutan demi menjaga keseimbangan ekosistem.
Lebih dari sekadar forum diskusi, webinar ini menjadi pengingat bahwa konservasi Orangutan Sumatera membutuhkan peran aktif dari berbagai pihak. Dengan semangat kolaborasi yang terus menyala, diharapkan semakin banyak pihak yang terlibat dalam menjaga keberlanjutan ekosistem, sehingga harmoni antara manusia dan alam dapat tetap terjaga untuk generasi mendatang